2025-02-04

Pemerasan dan Pungutan Liar: Ancaman bagi Pariwisata Indonesia



Belum lama ini, masyarakat dikejutkan dengan berita tentang laporan pemerasan di imigrasi Indonesia. Beredar surat sakti dari Kedutaan Besar Cina yang menyampaikan perihal pemerasan oleh petugas Imigrasi Bandara Soekarno-Hatta kepada warga negara Cina. Hal itu tentu sangat memalukan dan mencoreng nama Indonesia.


Indonesia, sebagai negara dengan kekayaan alam dan budaya yang luar biasa, menjadikan pariwisata sebagai salah satu sektor andalan perekonomian. Namun, di balik pesona eksotisnya, Indonesia masih menghadapi berbagai tantangan, salah satunya adalah praktik pemerasan dan pungutan liar (pungli) yang dilakukan oleh aparat. Fenomena ini bukan sekadar isu domestik, tetapi juga memiliki dampak serius terhadap citra dan daya tarik Indonesia di mata wisatawan, baik lokal maupun mancanegara.


Fenomena Pemerasan dan Pungli oleh Aparat

Pemerasan dan pungli yang dilakukan oleh oknum aparat di Indonesia telah menjadi masalah kronis yang sulit diberantas. Bentuknya beragam, mulai dari pungutan liar dalam pengurusan administrasi, pemerasan di pos-pos pemeriksaan, hingga penyalahgunaan wewenang di tempat-tempat wisata. Banyak wisatawan mengeluhkan pengalaman buruk ketika mereka dipaksa membayar sejumlah uang untuk alasan yang tidak jelas.


Misalnya, di beberapa wilayah, aparat keamanan yang seharusnya melindungi justru menjadi ancaman bagi wisatawan dengan meminta “uang damai” agar mereka bisa melanjutkan perjalanan tanpa hambatan. Pemerasan seperti ini kerap terjadi di jalanan, terutama bagi wisatawan yang menyewa kendaraan dan tidak terlalu paham aturan lalu lintas setempat. Tidak jarang pula, pungutan liar terjadi di bandara, pelabuhan, dan terminal, di mana turis asing maupun lokal dipalak dengan berbagai alasan yang tidak masuk akal.


Pungutan Liar di Destinasi Wisata

Selain di jalanan, pungli juga merajalela di objek wisata. Wisatawan sering kali dikenakan tarif masuk yang tidak resmi, biaya tambahan yang tidak tertera di daftar harga, atau “biaya jasa” dari petugas yang mengaku sebagai pemandu wisata. Hal ini tidak hanya merugikan wisatawan, tetapi juga mencoreng reputasi destinasi wisata itu sendiri. Beberapa turis asing bahkan membagikan pengalaman mereka di media sosial, yang kemudian menjadi viral dan merusak citra pariwisata Indonesia di kancah global.


Di beberapa destinasi terkenal seperti Bali, Yogyakarta, dan Lombok, laporan tentang praktik pungli oleh oknum petugas parkir, polisi, hingga pegawai administrasi cukup sering terdengar. Wisatawan yang merasa dirugikan cenderung kapok dan enggan kembali ke Indonesia, bahkan menyarankan orang lain untuk menghindari destinasi tertentu.


Dampak Pemerasan dan Pungli terhadap Pariwisata

Dampak dari praktik pemerasan dan pungli ini sangat luas, terutama bagi sektor pariwisata. Berikut beberapa konsekuensi yang dapat ditimbulkan:

  1. Menurunnya Minat Wisatawan
    Wisatawan cenderung menghindari tempat-tempat yang memiliki reputasi buruk terkait pemerasan dan pungli. Ulasan negatif di platform seperti TripAdvisor atau Google Reviews bisa sangat berpengaruh terhadap keputusan wisatawan untuk berkunjung.
  2. Citra Buruk di Mata Dunia
    Indonesia bersaing dengan banyak negara lain dalam industri pariwisata. Jika masalah pemerasan dan pungli terus mencuat, Indonesia bisa kehilangan daya saingnya dibandingkan negara-negara tetangga seperti Thailand, Malaysia, dan Vietnam yang lebih dikenal sebagai destinasi wisata ramah turis.
  3. Penurunan Pendapatan Daerah
    Pariwisata merupakan salah satu sumber pendapatan utama bagi banyak daerah di Indonesia. Jika wisatawan merasa tidak nyaman dan memilih destinasi lain, maka sektor ekonomi lokal yang bergantung pada turisme akan terpukul.
  4. Ketidakpercayaan terhadap Aparat
    Jika aparat yang seharusnya menjaga keamanan justru menjadi pelaku pemerasan, maka rasa aman wisatawan akan berkurang. Ketidakpercayaan ini bisa berdampak lebih luas, seperti enggannya wisatawan melaporkan kejahatan yang mereka alami selama berlibur karena takut mendapatkan perlakuan yang sama dari aparat.


Upaya Mengatasi Pemerasan dan Pungli

Pemerintah telah melakukan berbagai upaya untuk menekan praktik pemerasan dan pungli, salah satunya dengan membentuk Satuan Tugas Saber Pungli. Namun, masih diperlukan langkah-langkah konkret lainnya, seperti:

  • Peningkatan Pengawasan
    Peningkatan pengawasan di daerah-daerah rawan pungli, terutama di kawasan wisata, harus dilakukan secara ketat. Penggunaan CCTV dan laporan real-time dari masyarakat bisa menjadi solusi efektif.
  • Penerapan Hukuman Tegas
    Oknum aparat yang terbukti melakukan pemerasan atau pungli harus dikenakan sanksi tegas agar menimbulkan efek jera.
  • Pendidikan dan Sosialisasi
    Wisatawan, baik lokal maupun asing, harus diberikan pemahaman mengenai hak-hak mereka serta mekanisme pelaporan jika mengalami pemerasan.
  • Digitalisasi Layanan
    Dengan menerapkan sistem pembayaran digital di tempat wisata, risiko pungli bisa dikurangi. Tiket online, sistem pembayaran parkir elektronik, dan layanan administrasi berbasis aplikasi adalah beberapa solusi yang dapat diterapkan.



Pemerasan dan pungli yang dilakukan oleh aparat bukan hanya masalah hukum, tetapi juga ancaman nyata bagi pariwisata Indonesia. Jika tidak segera ditangani, hal ini dapat berdampak negatif terhadap jumlah kunjungan wisatawan, reputasi internasional, serta pertumbuhan ekonomi sektor pariwisata. Oleh karena itu, diperlukan komitmen yang kuat dari pemerintah, aparat penegak hukum, serta partisipasi masyarakat untuk memberantas praktik ini dan menciptakan lingkungan wisata yang aman, nyaman, dan bebas dari pungli.








 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

~ Terima kasih sudah berkunjung. Silakan berkomentar di sini. Komentar Anda sangat berharga bagi saya. Jangan ada spam, SARA, pornografi, dan ungkapan kebencian. Semoga bermanfaat. ~