Belum lama ini, masyarakat dikejutkan dengan berita tentang laporan pemerasan di imigrasi Indonesia. Beredar surat sakti dari Kedutaan Besar Cina yang menyampaikan perihal pemerasan oleh petugas Imigrasi Bandara Soekarno-Hatta kepada warga negara Cina. Hal itu tentu sangat memalukan dan mencoreng nama Indonesia.
Indonesia,
sebagai negara dengan kekayaan alam dan budaya yang luar biasa, menjadikan
pariwisata sebagai salah satu sektor andalan perekonomian. Namun, di balik
pesona eksotisnya, Indonesia masih menghadapi berbagai tantangan, salah satunya
adalah praktik pemerasan dan pungutan liar (pungli) yang dilakukan oleh aparat.
Fenomena ini bukan sekadar isu domestik, tetapi juga memiliki dampak serius
terhadap citra dan daya tarik Indonesia di mata wisatawan, baik lokal maupun
mancanegara.
Fenomena Pemerasan dan Pungli oleh Aparat
Pemerasan
dan pungli yang dilakukan oleh oknum aparat di Indonesia telah menjadi masalah
kronis yang sulit diberantas. Bentuknya beragam, mulai dari pungutan liar dalam
pengurusan administrasi, pemerasan di pos-pos pemeriksaan, hingga penyalahgunaan
wewenang di tempat-tempat wisata. Banyak wisatawan mengeluhkan pengalaman buruk
ketika mereka dipaksa membayar sejumlah uang untuk alasan yang tidak jelas.
Misalnya,
di beberapa wilayah, aparat keamanan yang seharusnya melindungi justru menjadi ancaman
bagi wisatawan dengan meminta “uang damai” agar mereka bisa melanjutkan
perjalanan tanpa hambatan. Pemerasan seperti ini kerap terjadi di jalanan,
terutama bagi wisatawan yang menyewa kendaraan dan tidak terlalu paham aturan
lalu lintas setempat. Tidak jarang pula, pungutan liar terjadi di bandara,
pelabuhan, dan terminal, di mana turis asing maupun lokal dipalak dengan
berbagai alasan yang tidak masuk akal.
Pungutan Liar di Destinasi Wisata
Selain di
jalanan, pungli juga merajalela di objek wisata. Wisatawan sering kali
dikenakan tarif masuk yang tidak resmi, biaya tambahan yang tidak tertera di
daftar harga, atau “biaya jasa” dari petugas yang mengaku sebagai pemandu
wisata. Hal ini tidak hanya merugikan wisatawan, tetapi juga mencoreng reputasi
destinasi wisata itu sendiri. Beberapa turis asing bahkan membagikan pengalaman
mereka di media sosial, yang kemudian menjadi viral dan merusak citra
pariwisata Indonesia di kancah global.
Di
beberapa destinasi terkenal seperti Bali, Yogyakarta, dan Lombok, laporan
tentang praktik pungli oleh oknum petugas parkir, polisi, hingga pegawai
administrasi cukup sering terdengar. Wisatawan yang merasa dirugikan cenderung
kapok dan enggan kembali ke Indonesia, bahkan menyarankan orang lain untuk
menghindari destinasi tertentu.
Dampak Pemerasan dan Pungli terhadap Pariwisata
Dampak
dari praktik pemerasan dan pungli ini sangat luas, terutama bagi sektor
pariwisata. Berikut beberapa konsekuensi yang dapat ditimbulkan:
- Menurunnya Minat Wisatawan
Wisatawan cenderung menghindari tempat-tempat yang memiliki reputasi buruk terkait pemerasan dan pungli. Ulasan negatif di platform seperti TripAdvisor atau Google Reviews bisa sangat berpengaruh terhadap keputusan wisatawan untuk berkunjung. - Citra Buruk di Mata Dunia
Indonesia bersaing dengan banyak negara lain dalam industri pariwisata. Jika masalah pemerasan dan pungli terus mencuat, Indonesia bisa kehilangan daya saingnya dibandingkan negara-negara tetangga seperti Thailand, Malaysia, dan Vietnam yang lebih dikenal sebagai destinasi wisata ramah turis. - Penurunan Pendapatan Daerah
Pariwisata merupakan salah satu sumber pendapatan utama bagi banyak daerah di Indonesia. Jika wisatawan merasa tidak nyaman dan memilih destinasi lain, maka sektor ekonomi lokal yang bergantung pada turisme akan terpukul. - Ketidakpercayaan terhadap
Aparat
Jika aparat yang seharusnya menjaga keamanan justru menjadi pelaku pemerasan, maka rasa aman wisatawan akan berkurang. Ketidakpercayaan ini bisa berdampak lebih luas, seperti enggannya wisatawan melaporkan kejahatan yang mereka alami selama berlibur karena takut mendapatkan perlakuan yang sama dari aparat.
Upaya Mengatasi Pemerasan dan Pungli
Pemerintah
telah melakukan berbagai upaya untuk menekan praktik pemerasan dan pungli,
salah satunya dengan membentuk Satuan Tugas Saber Pungli. Namun, masih
diperlukan langkah-langkah konkret lainnya, seperti:
- Peningkatan Pengawasan
Peningkatan pengawasan di daerah-daerah rawan pungli, terutama di kawasan wisata, harus dilakukan secara ketat. Penggunaan CCTV dan laporan real-time dari masyarakat bisa menjadi solusi efektif. - Penerapan Hukuman Tegas
Oknum aparat yang terbukti melakukan pemerasan atau pungli harus dikenakan sanksi tegas agar menimbulkan efek jera. - Pendidikan dan Sosialisasi
Wisatawan, baik lokal maupun asing, harus diberikan pemahaman mengenai hak-hak mereka serta mekanisme pelaporan jika mengalami pemerasan. - Digitalisasi Layanan
Dengan menerapkan sistem pembayaran digital di tempat wisata, risiko pungli bisa dikurangi. Tiket online, sistem pembayaran parkir elektronik, dan layanan administrasi berbasis aplikasi adalah beberapa solusi yang dapat diterapkan.
Pemerasan
dan pungli yang dilakukan oleh aparat bukan hanya masalah hukum, tetapi juga
ancaman nyata bagi pariwisata Indonesia. Jika tidak segera ditangani, hal ini
dapat berdampak negatif terhadap jumlah kunjungan wisatawan, reputasi
internasional, serta pertumbuhan ekonomi sektor pariwisata. Oleh karena itu,
diperlukan komitmen yang kuat dari pemerintah, aparat penegak hukum, serta
partisipasi masyarakat untuk memberantas praktik ini dan menciptakan lingkungan
wisata yang aman, nyaman, dan bebas dari pungli.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
~ Terima kasih sudah berkunjung. Silakan berkomentar di sini. Komentar Anda sangat berharga bagi saya. Jangan ada spam, SARA, pornografi, dan ungkapan kebencian. Semoga bermanfaat. ~