Bahasa Indonesia adalah bahasa resmi negara dan alat komunikasi utama lebih dari 275 juta penduduknya. Meski digunakan sehari-hari, tidak semua orang benar-benar mahir menggunakan bahasa Indonesia secara baik dan benar, baik dalam bentuk lisan maupun tulisan. Inilah alasan UKBI (Uji Kemahiran Berbahasa Indonesia) diciptakan: untuk mengukur dan menstandarkan kemampuan berbahasa Indonesia seseorang secara objektif dan ilmiah layaknya TOEFL untuk bahasa Inggris.
Penggunaan UKBI di masyarakat diatur dalam Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 70 Tahun 2016 tentang Standar kemahiran Berbahasa Indonesia.
Namun, meskipun keberadaan UKBI sangat penting, sertifikat hasil UKBI belum memiliki dampak besar dan daya guna yang luas di masyarakat. Di banyak kasus, sertifikat ini masih dianggap sekadar dokumen pelengkap, bukan syarat utama atau penentu dalam proses seleksi, seperti halnya TOEFL pada seleksi beasiswa internasional atau penerimaan mahasiswa baru.
UKBI seharusnya punya potensi besar untuk menjadi tolok ukur nasional kemampuan berbahasa. Alat uji ini bahkan sudah dirancang secara adaptif, mengikuti kemampuan peserta secara real-time, dan dapat diakses oleh berbagai kalangan—dari pelajar, mahasiswa, hingga tenaga profesional. UKBI tidak hanya menilai kemampuan membaca dan menulis, tetapi juga mendengarkan dan berbicara. Hal ini dapat mencerminkan kompetensi berbahasa secara menyeluruh.
Jika dimanfaatkan secara tepat, sertifikat UKBI sebenarnya dapat menjadi alat ukur kompetensi dalam banyak bidang. Misalnya, dalam seleksi penerimaan mahasiswa atau siswa baru, sertifikat UKBI seyogianya bisa sebanding dengan sertifikat dari Pusat Prestasi Nasional (Puspresnas), UKBI bisa dijadikan sebagai indikator kemampuan literasi akademik peserta. Dalam dunia pendidikan, sekolah atau kampus dapat menjadikan UKBI sebagai syarat masuk program studi berbasis bahasa, komunikasi, atau pendidikan. Bahkan untuk calon guru bahasa Indonesia, UKBI seharusnya menjadi syarat dasar, sebagaimana calon guru bahasa Inggris diwajibkan memiliki skor TOEFL tertentu.
Aspek | TOEFL | UKBI |
---|---|---|
Bahasa | Inggris | Indonesia |
Pengakuan | Internasional | Nasional (terbatas) |
Digunakan untuk | Beasiswa, kerja, studi | Masih pelengkap |
Diwajibkan oleh lembaga | Banyak | Sangat sedikit |
Potensi pemanfaatan | Maksimal | Besar, tapi belum tergarap |
Di dunia kerja pun, sertifikat UKBI seharusnya bisa menjadi nilai tambah. Profesi seperti jurnalis, penyunting, pembawa acara, atau pegawai pemerintahan yang dituntut menyusun dokumen resmi tentu membutuhkan bukti kemahiran bahasa Indonesia yang valid. Sertifikat UKBI bisa memperkuat portofolio pelamar dalam aspek komunikasi dan kebahasaan.
Sayangnya, hingga kini, belum banyak lembaga yang menjadikan UKBI sebagai syarat administratif atau nilai pertimbangan utama. Ini menunjukkan masih adanya kesenjangan antara pentingnya kemahiran berbahasa dan pengakuan formal terhadap alat ukurnya. Bandingkan dengan TOEFL, yang diakui luas di hampir semua institusi pendidikan dan profesional internasional.
Karena itu, dibutuhkan kebijakan afirmatif dari pemerintah dan institusi pendidikan untuk memperkuat peran UKBI. Misalnya, menjadikan sertifikat UKBI sebagai syarat dalam seleksi ASN, CPNS, beasiswa, dan sertifikasi profesi. Selain itu, UKBI bisa digalakkan melalui program literasi nasional dan pelatihan guru.
UKBI bukan sekadar alat uji, melainkan langkah penting dalam membangun budaya berbahasa yang unggul dan berwibawa. Jika TOEFL bisa menjadi standar global bahasa Inggris, UKBI pun layak menjadi simbol prestise kebahasaan bangsa Indonesia—dengan catatan asal diberikan tempat yang sepadan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
~ Terima kasih sudah berkunjung. Silakan berkomentar di sini. Komentar Anda sangat berharga bagi saya. Jangan ada spam, SARA, pornografi, dan ungkapan kebencian. Semoga bermanfaat. ~